Kamis, 24 Februari 2011

Pustakawan Sama Dengan Dokter

Pustakawan telah 'dituduh' sebagai seseorang yang smart. Setidaknya, itulah tuntutan dari luar yang mengarah kepada seorang pustakawan.

Jika diperhatikan lebih cermat lagi, ada beberapa tuntutan dari luar yang sebaiknya bisa dipenuhi oleh pustakawan selain smart.
Tuntutan harus belajar dan belajar terus, lebih baik membaca lebih dahulu daripada pelanggan, dan juga bisa mendengarkan terlebih dahulu pertanyaan dari pelanggan.
Seorang pustakawan sering kali mendapat pertanyaan yang sifatnya merujuk atau mereferensikan kebutuhan para pelanggan. Jika ada yang bertanya tentang rak buku, itu bukan pertanyaan yang diajukan kepada pustakawan, melainkan kepada petugas perpustakaan.

Pustakawan memang dituntut untuk smart, agar jangan sampai pelanggan yang mengajari pustakawan. Jangan pernah menjawab "TIDAK TAHU", sebisa mungkin menjawab pertanyaan. Pustakawan juga harus bisa menemukan informasi apapun juga, menjawab apapun, mengkatalog apapun, dan NEVER EVER BLUSH, dalam arti jangan sampai pustakawan malu karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari para pelanggannya.

Pustakawan yang sesuai tuntutan luar itu bisa mencari dan menemukan kebutuhan pelanggan, memilih sumber penyedia media informasi misalnya dia mengetahui buku itu ada di toko apa, dan dimana bisa diperoleh. Juga mengolah media agar dapat diakses, menata bahan pustaka agar lebih menarik perhatian, memberitahukan kepada pelanggan jika ada informasi terbaru mengenai koleksi perpustakaan, aga para pelanggan datang dan bersedia datang untuk menggunakan produknya.

Jika profesi pustakawan disejajarkan dengan profesi lainnya, pustakawan bisa dikatakan mirip seperti seorang dokter. Ia harus bisa memberikan obat bagi para pasiennya, karena semua obat adalah bahan kimia, tidak bisa obat sakit perut digunakan untuk penderita yang sakit kepala. Ia yang memilihkan dan memilah mana yang diperlukan oleh para pasiennya, setelah ia mendiagnosanya.

Itulah analogi bagaimana seorang pustakawan harus berkarya. Pelayanan adalah nomor satu. Perpustakaan harus bisa menjadi sebuah layanan yang bisa membanggakan para pelanggannya. Seperti kebiasaan orang Indonesia yang 'suka pamer' dengan memperlihatkan gaya hidup dan apa yang dimilikinya.
Misalnya saat kita berbelanja di sebuah supermarket, pasti merasa lebih gaya daripada berbelanja di pasar tradisional, atau misalnya saat kita makan di restoran McDonald, atau Kentucky.
Rokok Marlboro, merupakan rokok impor yang dari negara asalnya tidak terjual. Mereka hanya memasang iklan saja, tetapi sebenarnya di negara asalnya itu tidak ada yang merokok. Sebaliknya, orang Indonesia bisa lebih gaya dengan merokok Marlboro. Miris juga ya...hehehe..

Intinya, perpustakaan harus bisa menjemput bola, dengan menemukan kebutuhan para pelanggannya. Seperti contoh di atas, bukan menunjukkan merek, tetapi lebih sebagai contoh agar bisa lebih bisa dicerna.



* Tulisan ini hasil dari Workshop Profesionalisme dalam topik Pustakawan Cerdas dan Kreatif oleh Drs. Agus Rusmana, MA. FIKOM UNPAD

0 komentar:

Posting Komentar